BURUNG BURUNG CANTIK ITU HANYA BISA MENYAKSIKAN HUTANNYA RUNTUH SETIAP HARI
“Kita memang tidak bisa mengembalikan apa yang telah hilang di masalalu sekaligus juga kenangan!?” Gumam Amang Itai, lirih. Lelaki paruh baya itu melempar pandangannya menerawang jauh menembus barisan bukit di punggung Meratus yang kian hari semakin tergerus. Sejarah memang tak mungkin berjalan mundur. Bahkan tangis sekalipun tak mungkin bisa lagi mengembalikan tumbangnya kayu kayu besi (kayu ulin) yang jasadnya tercerai berai di ekspor ke luar negeri. Atau luka abadi yang menganga di perut bumi ketika lubang batu bara di tingggalkan para penambangnya.
Liukan tari sang Barito tetap berkilau dan ikan ikan yang terlanjur pergi tak bisa lagi dikembalikan tapi setidaknya kita bisa menjaga apa yang masih kita punya hari ini. Agar masih ada cerita yang tersisa untuk anak cucu dan banyak generasi setelah ini tentang kesetiaan burung enggang, tentang orang utan, tentang koloni bekantan merah berhidung panjang yang memetik buah rambai di punggung Borneo itu. Kecemasan telah tumbuh bertunas di balik kata-kata kita, anak pulau ini.
Hutan Borneo memang telah runtuh, ketika bouldozer pelan pelan merayapi punggung punggung bukit tanpa ampun, mengikis belukar dan .sejarah pepohonan yang hidup beratus tahun sebagai hutan tertua di dunia dengan segala keanekaragaman hayati yang dimilikinya.
Tidak ada komentar