(Edisi hari ini_Senin, 07 Agustus 2017) _PUISI PUISI FIRDHA RAHMADHANY
SECANGKIR UNTUK BERDUA
Berikan cawanmu
biar kutumpahkan warna warna dalam dada
di gelasmu yang lama kosong
sebagai penjaga cangkir kita
agar tak retak.
Dan--
basahilah bibirmu
agar lidah kita,
tidak sekedar melontarkan bahasa cinta.
Ternate, 2017.
SIANG ITU
Siang itu,
matahari bersinar terang
melirik penuh kasih
sedangkan awan tertunduk cemburu
menggengam benda genit yang sesalu dibawa.
Siang itu,
matahari tertawa sinis
melihat awan berwajah geram
ditiup sang angin melepas diri
tanpa genggaman.
Siang itu.
matahari mulai redup
meledek penuh usil
melambaikan tangan
terus berjalan dalam sepi.
Siang itu,
matahari yang selalu kutunggu
tak kunjung datang
aku mencari dan terus mencari
tapi tak juga bersua.
Siang ini,
aku sendiri
tanpa genggaman hangat
dari dinginnya udara.
Ternate, 2017.
SEPOTONG PESAN
Air yang mengalir halus
biar ia terus mengalir
seperti arus dalam dada, menari di puisi ini.
Angin, kirimkan pesan ini padanya
agar ia tahu
kalau aku masih ada
bersama renjana dalam dada.
Ternate, 2017.
SEPENGGAL KENANGAN
Dalam air yang menetes lembut
terselip kenangan
antara aku dan engkau.
Diri ini kembali berkucup
sebab malam tak berhias
kembali mekar.
Walau hujan menghapus langkah
meski angin meniup jejak
dan waktu tak lagi berputar
dia yang pernah ada
kemudian pergi---
pasti kembali.
Ternate, 2017.
AROMA LAUTAN
Arus laut
tiupan angin
melepas pergi
tinggalkan kenangan
titipkan kerinduan.
Jauh---
terdiam di beranda kapal
dihempaskan aroma angin
mengibaskan sejuta harapan
sebab darat adalah ingatan
dan jalan ini adalah tujuan.
Birja, 22 Januari 2017.
Tentang Penulis:
Firdha Rahmadhany, adalah mahasiswa (semester III) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-UNKHAIR. Ia suka puisi sejak kecil, dan kini tergabung di Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara.
Tidak ada komentar