(Edisi hari ini_Senin, 07 Agustus 2017)_ PUISI PUISI ARI FABANYO
DICABIK RINDU BERKEPANJANGAN
Laut teduh
sepi berlayar tanpa kapal
burung-burung terbang mencari makan
bernyanyi
menari
tertawa.
Apa yang terjadi di sana?
aku terpojok di bawah rindang sunyi
dicabik rindu berkepanjangan
tak bertepi, bahkan beranak luka
sedangkan kenangan
mendatangiku sebagai pis...
Apakah lukaku, lukamu juga?
Ternate, 20 Mei 2017
AKU YANG TERLUPAKAN
Entahlah,
mungkin hanyut terbawa arus
sampai ke samudra hindia
jauh-- hingga tak dapat dipandang.
Ataukah telah hilang ditelan waktu?
terkubur oleh jarak
sampai hujan pun malu kepada bumi
untuk berkata dan menjadikannya pelangi
namun kemarau jadinya,
hilang tinggal debu berserakan, menitipkan tanya.
Ternate, 20 Mei 2017
PERANG ALAM
Mendung
gelap
tetesan demi tetesan berjatuhan
sesaat halilintar menyambar
gemuruhnya membludak.
Ini perang, siapa yang menang?
Ternate, 20 Mei 2017
RINDU
Lepas landas
mesin mendorong
melaju kencang
tertiup angin
terselip rindu
teringat kenangan
terdiam
berpikir
terlintas raut wajah manis menyapa dalam khayalan
semakin jauh
buram
tak nampak lagi
hanya titik hijau Gamalama melambai.
Ternate, 2017
EMBUN YANG DIKHIANATI
Dahulu polos, tak bernoda
bening, bahkan suci
inilah akibat
sebab angin yang menjadikannya keruh
dan mendung yang menjadikannya gelap
lantas apa yang diperbincangkan matahari kepada hujan
hingga tidak menjadikannya pelangi?
tapi? Kemarau yang ditemui
Ternate, 20 Mei 2017
LANGKAH PANJANG
Di tengah padang gersang
ditindih kabut tebal
sementara kita saling mengejar
menangkap bayang bayang.
Sekarang kemarau
sedang esok, entah?
namun, langit punya mata
meski esok hujan salju.
Ternate, 27 Mei 2017
MEMBACA JEJAK WAKTU
Malam ini adalah rembulan
barangkali esok adalah mentari.
Sepertinya aku adalah waktu
namun waktu bukanlah aku
lalu jarak, entah?
Jauh---
tapi langka tak letih
meski diguncang badai, pun diejek topan.
Ternate, 27 Mei 2017
SIAPAKAH IA
Siapakah ia?
entah,
ia tak kukenal
namun sangat kurindu
sebab ia adalah jawaban dari kerinduan ini.
Ternate, 24 Mei 2017
ENGKAULAH PUISI
Engkaulah puisi, ingin kuselami
dan rupanya, aku butuh banyak amunisi
sebab, engkau begitu rumit untuk kujelajahi.
Ternate, 24 Mei 2017
RIWAYAT MIMPI
Seketika langit memerah
entah?
namun laut tetap teduh,
dan kapal tetap berlayar.
Apakah arah angin masih tetap sama?
sedang kompas seakan hilang
semenjak matahari terbenam
dan saat itu telah gelap
hanya bertabur bintang di angkasa.
Mengapa?
tapi bintang adalah mimpi
dan mimpi punya mata
meski dalam gelap.
Walau aku terobsesi dalam semak belukar ini
dan duri menusuk
tapi sakit adalah berlian.
Ternate, 29 Mei 2017
ADALAH PUISI
Matahari dan cahayanya
adalah puisi
berlayar dengan perahu
di bawah panorama karang yang gelisah.
Ternate, 31 Mei 2017
DAUN DAUN GUGUR
Benih benih sajak yang kau tanam ke bumi
lalu tumbuh pohon-pohon hijau
kini, dipukul angin
daun daun berguguran
sebagian terbang jauh---
entah?
Kemarau berkata,
aku hadir dalam bahasa siapa?
sementara sungai menunggu mati
ranting ranting dalam penantian patah
dan ladang sedemikian sunyi.
Kasihan---
jangan langit kau salahkan
jangan awan dan hujan kau libatkan
jika kita masih manusia.
Ternate, 26 Mei 2017.
Tentang Penulis:
Ari Fabanyo, lahir di Kab. Halmehara Tengah Provinsi Maluku Utara. Kini berstatus sebagai mahasiswa (Semester III) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-UNKHAIR Ternate, dan tergabung di Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara.
Tidak ada komentar