Membaca Lagi GURINDAM DUA BELAS_Karya Raja Ali Haji
Gurindam Dua Belas
Karya Raja Ali Haji
Pasal 1
Barang siapa yang tidak mengenal Agama
Sekali-kali tidak boleh dibilang nama
Barang siapa mengenal Allah
Suruh dan tegaknya tiada ia menyalah
Pasal 2
Barang siapa yang meninggalkan sembahyang
Seperti rumah tak bertiang
Barang siapa meninggalkan dzakat
Tiadalah hartanya beroleh berkat
Pasal 3
Apabila terpelihara kuping
Kabar yang jahat tiadalah damping
Apabila terpelihara lidah
Niscaya dapat daripadanya faedah
Pasal 4
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir
Disitulah banyak orang tergerincir
Apabila dengki sudah bertanah
Datanglah daripadanya beberapa anak panah
Pasal 5
Apabila hendak mengenal orang berilmu
Bertanya dan belajarlah tiada jemu
Jika hendak mengenal orang yang berakal
Di dalam dunia mengambil bekal
Pasal 6
Chari olehmu akan sahabat
Yang boleh dijadikan obat
Chari olehmu akan kawan
Pilih segala orang yang setiawan
Pasal 7
Apabila banyak berkata-kata
Disitulah jalan masuk dusta
Apabila orang banyak tidur
Sia-sia segala umur
Pasal 8
Keaiban orang jangan dibuka
Keaiban diri hendaklah sangka
Daripada memuji diri hendaklah sabar
Dia daripadanya orang datangnya kabar
Pasal 9
Kebanyakan orang muda-muda
Disitulah setan menggoda
Perkumpulan laki-laki dan perempuan
Disitulah setan punya jamuan
Pasal 10
Dengan ibu hendaklah hormat
Supaya badan dapat selamat
Dengan bapak jangan durhaka
Supaya Allah tidak murka
Pasal 11
Hendaklah berjasa
Pada yang berbangsa
Hendaklah mengenang amanat
Buanglah khianat
Pasal 12
Betul hati kepada raja
Tanda jadi sembarang kerja
Kasihkan orang yang berilmu
Tanda rahmat atas dirimu
Tentang Sang Pujangga
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, ca. 1808 - meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu. Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.
Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004.
Raja Ali Haji dilahirkan di Selangor (sekarang bagian Malaysia) tahun 1808 atau 1809, walaupun beberapa sumber menyebutkan bahwa dia dilahirkan di Pulau Penyengat (sekarang bagian Indonesia). Dia adalah putra dari Raja Ahmad, yang bergelar Engku Haji Tua setelah melakukan ziarah ke Mekah. Dia adalah cucu Raja Ali Haji Fisabilillah (saudara Raja Lumu, Sultan pertama Selangor). Fisabilillah adalah keturunan keluarga kerajaan Riau, yang merupakan keturunan dari prajurit Bugis yang datang ke daerah tersebut pada abad ke-18. Bundanya, Encik Hamidah binti Malik adalah saudara sepupu dari ayahnya dan juga dari keturunan Suku Bugis.
Raji Ali Haji segera dipindahkan oleh keluarganya ke Pulau Penyengat saat masih bayi, di mana ia dibesarkan dan menerima pendidikan di sana.
Sebagian besar sumber menyatakan bahwa Raja Ali Haji wafat pada tahun 1872 di Pulau Penyengat di Kepulauan Riau, tetapi tanggal meninggalnya sedang diperdebatkan setelah bukti-bukti yang tersebar muncul untuk menentang klaim ini. Diantaranya, bukti yang terkenal adalah surat yang ditulis pada tahun 1872 ketika Raja Ali Haji menulis surat kepada Herman Von De Wall, seorang ahli kebudayaan Belanda, yang kemudian meninggal di Tanjungpinang pada tahun 1873. (dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar