POHON CERIKU_Cernak Titin Ulpianti (Sastra Harian)
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.
Perlahan aku membuka mata, ketika terdengar suara ibu memanggi dari arah dapur.
Hari ini dingin sekali dan mataku masih terkantuk di atas tempat tidur. Rasanya malas sekali bangun dan pergi ke sekolah, akhirnya kubenamkan lagi tubuhku ke balik tumpukan selimut.
ibu sudah ada di pinggir ranjang sambil menatapku penuh kasih sayang.
“Keyla bangun sayang sudah siang, ayo sekolah. Anak ibu mengompol gak? Kok bau pesing?“
Buru-buru kupegang kasur, ah ternyata tidak basah. Dengan bangga aku menjawab.
“Nggak Bu, Keyla gak mengompol. Coba pegang nggak basah kan.”
“ Pintar anak ibu sudah tidak mengompol lagi, ayo sayang kita mandi dulu. Anak Ibu mau sekolahkan.”
“Siap Bu, tapi gendong.”
Dengan senyuman teduhnya ibu menggendongku sampai ke kamar mandi.
Kulihat bibi sedang asyik menonton TV sambil menyiapkan buku sekolahnya, bibiku sekolah SD dan aku baru sekolah taman kanak-kanak.
Ibu menyiapkan pakaian dan tak lupa sarapan pagi nasi hangat dengan telur mata sapi dan kecap manis kesukaanku, aku tidak suka membawa bekal ke sekolah yang penting ibu memberiku uang putih dua lembar.
Aku berangkat sekolah bersama bibi dan ibuku, kebetulan ibuku jualan sosis panggang di sekolah bibi. Sekolah kami berdekatan jadi tidak terlalu sulit buat ibu memperhatikanku.
Ku lihat sudah banyak teman bibi berkumpul di depan meja ibuku untuk saling berebut duluan mendapatkan sosis paling cepat, sesekali aku ikut berebut mengambil sosis dan membakarnya sendiri.
Tak seperti biasanya ada nenek penjual mainan datang, aku berlari dan membeli duit mainan buat nanti main di kelas.
“Kel beli apa?“ ujar Manda sambil menghampiriku.
“Beli duit-duitan kenapa? “
“Aku bagi ya Kel”
“Manda kamu beli sendiri jangan minta punyaku terus, nanti aku di marah sama ibuku”
“ Kel kamu mah pelit “
“Biarin kamu suka nakali aku”.
Tak lama kemudian datang Alif dan Yuki mereka berteriak bersamaan.
“Kel,Manda Bunda guru datang, cepat udah masuk”. Aku dan Manda segera berlari menuju kelas, disana sudah ada Bunda Ruspa dan Bunda Nova menanti kami. Aku paling suka bila bernyanyi dari pada menulis, malas banget enakkan main genjot-genjotan atau melihat video dan Selfi bareng Bunda.
“Anak-anak siapkan bukunya kita akan belajar menulis”
“Siap bunda”
“Sebelum itu kita berdoa dulu, ayo anak-anak kita mulai“
“Kel, nanti aku Main ke rumahmu minta ceri ya”.
“Iya, boleh”
Bel sekolah berbunyi waktunya pulang ke rumah, semua siap-siap. Bunda guru membagikan tugas sekolah untuk dikerjakan di rumah dan buku tabungan untuk besok, kulihat temanku sibuk memasukkan buku PR dan tabungan mereka. Aku melihat sekeliling mereka sedang sibuk, segera aku taruh buku PR ke dalam keranjang di lemari sekolahku dan hanya memasukkan buku tabungan untuk kuserahkan pada ibuku nanti.
Lalu kami pun berhamburan keluar kelas dan menunggu jemputan masing-masing. Kebetulan rumahku dekat, Yuki tidak pulang ke rumah tapi mau langsung main ke rumah mbahnya. Kami pun jalan bersama menuju rumah.
Sampai di rumah kulihat Akung sedang membersihkan motor kesayangannya, sepertinya mamak dan ibuku belum pulang. Segera kuganti seragam sekolah dengan pakaian harianku. Buru-buru keluar kulihat Yuki dan Manda sudah ada di depan rumah.
Pohon ceri di rumahku tidak pernah sepi, tiap hari entah itu siang, sore, bahkan pagi hari di saat libur sekolah selalu saja banyak yang menaikinya. Seakan tak pernah ada habisnya selalu saja ada yang masak setiap kali dicari.
Kadang ibuku selalu marah, atau mengomel karna rontokkan daunnya jadi sampah berserakah di halaman rumah.
Tapi itulah kami, setiap hari selalu nongkrong di atas pohon.
“Keyla aku pulang dulu ya,” Kata Yuki.
“ Aku juga ya Kel “ sahut Manda.
“Yuki aku ikut kamu ya, mau main tempat Mbak Amel”
“ Ayo bareng, aku juga mau mengerjai PR, kamu gak mengerjakan PR?”
“ Aku gak ada PR"
“ Kan tadi sudah dikasih Bunda PR?"
“ PR untuk kamu aja aku enggak”
Kami berjalan menuju rumah mbahnya Yuki. sampai di rumah ternyata dia makan siang dengan sayur bening dan ikan asin goreng, dia mengajakku makan tapi aku tolak karna masih kenyang .Dari dalam mbahnya Yuki membawa air putih buat minum. Setelah selesai makan Yuki mengambil tas dan mengerjakan PR dari bunda guru di sekolah tadi.
“Keyla kamu kok gak mengerjakan PR sama Yuki.” ujar mbah Yuki.
“Aku gak ada PR mbah”.
“ Kok bisa kan sekolah kamu sama”
“Nggak mbah aku cuma suruh menabung saja, tadi cuma buku tabungan yang di kasih bukan buku PR.”
“Kamu tuh aneh Key, Key, masa bisa beda “.
“Keyla itu gak pernah mengerjakan PR mbah”
“Terus ngapain aja di sekolah?”
“jajanlah sama mainan mbah”. Kulihat mbahnya Yuki menertawaiku, pamit pulang dulu aja deh, Aku lihat ibu sudah pulang dari berjualan di sekolahan bibi.
Aku menghampiri ibuku, dan meminta uang. Aku beli Chiki cinta dua bungkus yang pertama dapat hadiah duit putih, satunya cincin. Ibuku sering memarahiku karna sering beli Chiki cinta, aku gak suka isinya Cuma senang hadiahnya. Ibuku cerewet sekali apalagi kalau aku ketahuan buang- buang makanan, sebelum ketahuan aku bersembunyi di atas pohon ceri sambil menikmati manisnya buah ceri kesayanganku.
Kulihat bibi sudah pulang dan segera mengganti pakaiannya. Tampak mbak Marni dan Zua menghampiri dan memanggil bibi Kia, mereka berteriak minta ceri terus menyusulku di atas pohon, tak lama bibi keluar ikutan naik ke pohon ceri. Kami bercanda di atas pohon sambil sesekali melihat sapa tahu ada ceri merah yang masih terselip tidak terlihat.
“Ya ampun,satu,dua,tiga,empat,banyak banget monyetnya ya.” Kulihat ibu sudah ada di bawah pohon sambil bertolak pinggang memandang kami.
“Turun, turun semua nanti jatuh baru tahu rasa kalian. main di bawah saja kenapa mbah barusan selesai menyapu halaman jadi kotor lagi.”
Kami segera turun. Sebelum ibu tambah marah aku segera berlari masuk ke kamar pura-pura tidur siang, ibu segera kembali ke dapur menyelesaikan pekerjaannya. Sebel itu ibu mengintipku dari bailk pintu memastikan apa aku memang ada di tempat tidur.
Diam-diam aku menyelinap dari kamar, kulihat ibu sedang asyik mengeringkan pakaian sambil bernyanyi dangdut, uhh suer suaranya gak enak banget. Berhubung lagi asyik pasti ibu tidak memperhatikan aku, diam-diam aku keluar dan naik pohon ceri.
Aku melihat buah ceri merah banget, di ujung tangkai kepalaku, belum sempat aku ambil ada tukang somay langganan aku dan bibi datang, kemudian aku hendak turun karna terburu-buru aku salah melangkah dan menginjak tangkai pohon yang lapuk.
krekkk.Gedebuk.
Akupun terjatuh dari pohon ceri, kepalaku duluan membentur tanah, leher dan kepalaku sakit, bukan itu saja kakiku pun tergores ranting pohon rasanya sakit sekali dan aku hanya mamou berteriak dan menangis.
Akupun terjatuh dari pohon ceri, kepalaku duluan membentur tanah, leher dan kepalaku sakit, bukan itu saja kakiku pun tergores ranting pohon rasanya sakit sekali dan aku hanya mamou berteriak dan menangis.
Ibu segera datang dan menolongku
“Mana yang sakit Nak?” Tanyanya cemas.
“ini Bu.” rintihku sambil memegangi leher.
kemudian bibi datang memberikan air minum buatku.
“Besok lagi kalo dibilangin nurut ya sayang, kalau tidak besok lagi manjat pohonya yang tinggi ya”
“Nggak Bu aku janji gak naik lagi.”
Ibu langsung mengajakku ke tempat dukun urut namanya Mbah Jimbrok ,aku menangis kesakitan rasanya tidak tahan, pundak dan leherku agak terkilir mungkin karena kepalaku duluan yang jatuh dari pohon ceri itu.aku minta tolong agar berhenti tapi ibu tak mau mendengar malah memegang kakiku ketika aku hendak kabur, gak mau diurut.
Selesai kamipun pulang, ibu menggendong ke kamar dan menidurkan aku. Saking letih sehabis menangis dan menahan rasa sakit akupun tertidur pulas.
Keesok harinya badanku sudah mulai baikan walau masih ada sedikit rasa sakit di pundak dan kaki yang terluka, aku masih tetap bermain dengan kawanku. Aku bermain di rumah Yuki setelah siang aku kembali ke rumah. Waktu aku hendak masuk rumah kulihat Zua sedang menangis di bawah pohon ceriku. Ternyata dia habis terjatuh tangan dan kakinya luka.
Sejak kejadian itu mbah Akung memberi kawat berduri pada pohon ceri tersebut supaya tak ada lagi anak anak yang bandel memanjatnya dan terjatuh.
Tentang Penulis
Titin Ulpianti, karyanya berupa sajak dan cerpen intens diterbitkan di media simalaba.com. Selain itu ia juga memiliki kemauan yang kuat untuk belajar, mengeksplore potensi yang ada pada dirinya seperti menulis cernak dan jurnalistik. Sekarang tengah bergiat di Komsas Simalaba.
Tidak ada komentar