PUISI PUISI ENDANG A (Sastra Harian)
BAHASA PUISI
Kami sama, penimbang benang
mencoba menembus belukar katakata
di lautan mimpi
dengan episode patahpatah.
Siapkah aku membungkus sebuah kalimat?
Sedang bahasa puisi, mati keramat
tenggelam tanpa makna
bergerak sempoyongan.
Kemudian bertanya pada waktu, sudahkah hari ini berubah larut?
Sedang diri malas untuk beranjak pergi.
Jakarta, 31 Juli 2017.
GEJOLAK RASA
Ah ... rasa ini
mengalir dalam denyut nadi
mengklisekan wajahmu
sekilas berwujud keindahan.
Sekali lagi desahmu mampir dalam irama
keresahanku memanjat naik menuju langit bahagia
sesaat saja
aku terlena, sungguh
gelora ini memukul hulu dadaku
membentuk senyawa dalam lamunan panjang
jejakmu masih tertinggal dalam bait puisiku.
Ah gejolak ini
melemahkan pijakanku
ruang rindu semakin terpicu.
Jakarta, 31 Juli 2017.
LUNGLAI
Harga rindu memecah ruang
jeritan hati bungkam seketika
berontak jiwa pelepasan raga
membentenggi kebodohan diri
jalan sempit menjadi tertutup
lalu gerimis beriringan.
Rindu ini tak lagi termaknai kata
penghabisan cerita kisah
wajahmu mengikuti arus
aku terkapar tanpa saji.
Jakarta, 31 Juli 2017.
SEBUAH PENANTIAN
Berkisah, pada rasamu di ujung sendu
perihal aksara merindu
dalam retasan waktu
menjalar dan memicu
ruang dimensi malumalu.
Episode kali ini, melupa rajutan tawa
sebab geliatmu buram
patah di pesisir di hempas ombak lalu hanyut
meninggalkan kalimat tak berujung
dan aku tumbang di bibir pantai
basahbasah.
Jakarta, 31 Juli 2017.
MANTRA
Semilir angin, hilir mudik
memecah sunyi pada kedangkalan waktu
sedang ronarona merah merantau
mencari sisasisa perjuangan, dengan lapang
sebab angkuh adalah kebodohan.
Di pesisir ombak merasa hebat
tak ada tanding, kuatkuat.
Namun-
karang bertandang, bisakah tumbang?
Hai kisanak, belajarlah pada waktu
dunia kehebatan adalah menunduk
jika mampu tandinggilah!
kemudian berujar lantang.
Jakarta, 31 Juli 2017.
SEBUAH ALAMAT
Aku terpanggang, sungguh
dalam gejolak di padang cinta
menghempas segala rasaku, menjadi lamunan
membumbung tinggi ke langit biru
mengepak sayap-sayap sempurna
hingga tertinggal sebuah alamat.
Jauh di pesisir
tertera rumah tua dan sepenggal kasih
di mana tempatnya pelabuhan rindu bermuara.
Lama terlupakan dalam perjalanan
meraih mimpi berupa kehampaan
kemudian lembar menepi
bersama nada berapi-api yang telah keramat di ujung mata malam
Jakarta, 31 Juli 1017
Penulis lahir di Jakarta, 30 April 2017. Suka menulis sejak tahun 2016. Belajar puisi di group wa kala jombang. Motonya : "Hidup adalah perjuangan, kekalahan adalah keberhasilan yang tertunda.
Tidak ada komentar