HIKAYAT BOCAH DEKIL DAN SAJADAH_Puisi Puisi Ade Cahya Ningsih(Sastra Harian)
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.
(Belum berhonor)
HIKAYAT BOCAH DEKIL DAN SAJADAH
silau sinar di tikungan bumerang,
beradu pilu
tantang teriakan knalpot yang memburu
tinggalkan hawa resah dan gedung-gedung berjulang
menyentuh mercu-suar tiada bintang
berbuncah.
aku tak akan melupakan
sungguh,
wangi aspal pada tubuh lemah dan ringkih
berbalut kain lusuh
yang tiada hangat lagi, tiada tersapa.
ditemani sorot bening yang berteriak:
tolong aku!
waktu, ingin rasanya kupeluk bumi
kulipat matahari
bersama gerimis yang ikhlas dijatuh-serakkan
kembali ke sajadah peraduan.
23 Maret 2018
SAJAK BAKIAK JATI KEPADA NENEK HUN
kurelakan sejenak tubuhku
terseok pelan si punggung ringkih
yang kian hari semakin tertunduk,
bersama napas yang kian memburu
sebelum subuh menusuk tulang
sampai hilang, pelita.
kurelakan sejenak tubuhku,
dan kusaksikan
pada sayu sapuan mata di depan cadas berasap
bius aroma dupa sibakkan memori leluhur, pekat.
pun jemari kurus kering sodorkan suluh dan damar
berkelok lihai permainkan rong belukar.
sekali lagi,
kurelakan sejenak tubuhku
ditempa si kaki legam berkapal hingga tergulir barat,
hutan, dan gerimis berlalu.
oh dengarlah, denting tubuhku yang ringan dan rapuh
menyapa mesra kerikilkerikil
dan genangan oase tetumbuh ilalang, di
tanah basah.
semburat cahaya mengiri mawar merah berduri
temani si punggung renta dengan senyum haru lagi puas
bersisakan puingpuing rezeki, dan
suara tubuhku kembali terdengar
beradu pilu dengan adzan pada menaramenara
berbisik, sulamkan keberkahan.
15 Maret 2018
NOKEN
di atas rambut yang basah
bekas mak wudu tadi pagi
dengan erat kau peluk ubi, daun singkong, dan pepaya
yang dipetik papaku
agar tak jatuh bersetubuh bumi.
16 Maret 2018
ELEGI RINDU DARI TANAH PURWANEGARA
perjalanan sempurna musim kemarau
Juli
tersebab kemarauku
sisakan hikayat gadis desa kumal dan lugu.
bila senja adalah kerinduan,
malam merupakan penantian.
lambungkan hasrat yang tertahan:
nostalgia
ketika jarum jam masih lama berdentang
10 tahun lalu.
tercium kering debu dari Tanah Banjat
ditemani bayu yang berbisik
dan daun jati yang habis meranggas
mungkin aku akan kembali
tapi tidak!
sepertinya itu bualanku saja
jasadku terjebak dan tak bisa kupermainkan waktu
aku tahu,
akan kerinduan ini
sebuah pecahan memori
yang tertutup pekat histori
16 Maret 2018
DI WAJAH
lengkung sabit yang tertanam
dan sorotan bening yang terhanyut
berkelakar ringan,
indah.
kau itu candu
hingga nanti, kutinggalkan matahari.
22 Maret 2018
PERMATA PUTIH
tiga puluh dua permata putih
dalam buaian liur, bening.
acuhkan empat pisau permata tajam
bertarung,
lawan setumpuk upa berbumbu.
22 Maret 2018
AKIHABARA
lihatlah diriku,
surga yang sesak
bersama tumpukan kebahagiaan
warna-warni di ujung toko.
sebuah buku dengan coretan morfem yang tak kumengerti:
kanji
serta berjubel gambar pada kertas-kertas, monokrom
dan beragam benda aneh.
lihatlah diriku,
surga di tengah manusia yang haus euforia
di antara gadis manis
berbalut kain renda merah dan biru
diam membisu
terbuai lantunan lembut, kimi ga kureta mono .
23 Maret 2018
EUFORIA MUSIM HUJAN
lihatlah, sebuah desa yang terkapar
pada altar Gunung Seruni
tercium aroma debu kering yang mengudara
ranah tandus
lihatlah, pak tani bermuka masam,
bersiratkan seribu satu doa
legam terbakar matahari
ditemani si cangkul berkarat terkasih
berharap pada pematang luas yang kehausan
dan ilalang kering
langit mendung
mendengar rintihan pak tani
yang lama bersembahyang, mewirid sunyi
hingga hilang fatamorgana,
basah pertiwi,
beserta pematang dan ilalang:
lihatlah, sebuah desa yang dulu terkapar,
kini telah bertransformasi menjadi permadani hijau
yang menguncup di pelupuk mata
ditemani rerimbun ilalang
dan padi yang dimasak di dapur pak tani
29 Maret 2018
Tentang Penulis :
Ade Cahya Ningsih lahir di Banyumas pada tanggal 14 Desember 1999. Saat ini tengah menempuh studi jenjang S1 Manajemen Pendidikan Islam di IAIN Purwokerto sekaligus santriwati di Pondok Pesantren Modern eL-Fira, Purwokerto. Tergabung dalam Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban IAIN Purwokerto.
Tidak ada komentar