DONAT DONITA_Cernak Siti Mukhlisoh(Semarak Sastra Malam Minggu)
SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU: EDISI 6 2018
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), Cerpen dan Cernak untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam. Kirim karyamu ke e-mail: majalahsimalaba@gmail.com, beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU. (Berhonor dan akan diambil satu karya puisi untuk dibuat konten video)
Redaksi juga menerima tulisan untuk diterbitkan setiap hari (selain malam minggu), kirim karyamu ke e-mai: majalahsimalaba@gmail.com, beri subjek SASTRA SETIAP HARI. (Belum berhonor)
Tok tok tok. Suara pintu diketuk di rumah Donita.
Donita yang saat itu sedang menonton TV, langsung membukanya. Dia begitu senang saat melihat siapa yang datang. Tante Meri.
“Mama, ada Tante Meri,” teriak Donita.
Donita mengajak Tante Meri masuk. Mama datang dan menggamit lengan Tante Meri. Mama mengajaknya duduk.
“Tante bawa apa?” tanya Donita sewaktu melihat tas kertas yang dibawa tantenya.
“Oh, iya, ini. Hampir saja Tante lupa. Ini donat buat kamu dan semuanya,” jawab Tante Meri menyodorkan tas kertas pada Donita.
“Donat!” seru Donita. Dia sangat suka sekali dengan donat. Donat adalah salah satu makanan favorit Donita.
“Makasih, Tante Meri,” ucap Donita dengan senyum cerahnya. Mama dan Tante Meri tertawa senang melihat ekspresi wajah Donita.
Mama, Papa, dan Kak Sandi memakan donat pemberian Tante Meri. Sementara Donita memilih menyimpannya.
“Donatnya enak banget, lho! Yakin nggak mau dimakan sekarang?” goda Kak Sandi.
“Iiiih, Kak Sandi!” Donita manyun.
Mama menegur Kak Sandi agar tak menggoda adiknya. Namun, Kak Sandi masih belum berhenti menggoda Donita.
Donita tak ingin memakannya dulu karena dia sudah kekenyangan. Makan siang tadi dia makan banyak sekali karena ada lauk kesukaannya, udang.
“Aku ingin lebih menikmati donatnya. Sayang, kan, kalau donat enak dimakan pas perut sudah kenyang. Iya, kan, Tante Meri?” Donita mencari pembelaan.
“Tante setuju sama kamu, Ta!” ucap Tante Meri diikuti senyum manisnya.
Kak Sandi akan mengalah kalau sudah berurusan dengan Tante Meri. Karena Tante Meri pasti akan membela Donita.
Kehadiran Tante Meri selalu membawa keceriaan di rumah Donita. Mereka semua berbincang sampai hampir tiba waktu makan malam. Setelah ikut makan malam bersama keluarga Donita, Tante Meri pulang.
Esok paginya sebelum berangkat sekolah, Donita berpesan pada Mama.
“Ma, donatnya nanti aku makan pulang sekolah, ya. Nanti sebelum makan siang, aku mau makan donat dulu. Soalnya kalau nggak, nanti aku kekenyangan makan siang, hee...”
“Iya, Sayang,” balas Mama sembari mencubit pipi Donita yang tembem. Bukan cubitan yang menyakitkan tentunya.
Donita pamit berangkat sekolah. Donita menyusul Papa dan Kak Sandi yang sudah berada di dalam mobil.
⃰ ⃰ ⃰
Sepulang sekolah, Donita begitu bersemangat melangkahkan kakinya menuju kulkas. Dibukanya pintu kulkas. Donita mencari-cari donatnya. Dia panik. Donat pemberian Tante Meri tak ada di kulkas.
“Mama...” panggil Donita. Mama segera menghampiri Donita.
“Kenapa?”
“Donat Donita mana, Ma? Kenapa di kulkas nggak ada?”
“Mama nggak tahu. Mama nggak makan donat kamu,” jawab Mama.
“Terus, kok bisa nggak ada?” tanya Donita dengan wajah mewek.
“Ooh, mungkin dimakan sama Kak Sandi. Dia pulang cepat tadi dari sekolahnya.”
“Apa?! Aaarrgh...! Aku sebal!”
Donita menangis. Mama mencoba menenangkan tapi tak berhasil. Donita masuk ke kamarnya.
Sebentar kemudian, dia keluar. Donita pergi ke rumah Vita, sahabatnya.
Sesampainya di rumah Vita, Donita bercerita tentang Donat miliknya. Vita tersenyum.
“Ayo, ikut aku aku ke dapur!” ajak Vita.
“Memangnya mau apa?” Donita bertanya-tanya.
“Kita buat sesuatu yang bikin kamu senang,” jawab Vita.
Donita penasaran apa yang dimaksud Vita. Di dapur, ada ibunya Vita. Sepertinya ibunya Vita akan membuat sesuatu. Inikah yang dimaksud Vita? Gumam Donita dalam hati.
Disana ada tepung, meses, gula-gula permen, gula halus, dan berbagai bahan lainnya.
“Donita mau ikut bantu juga?” tanya ibunya Vita.
“Iya, Bu,” jawab Vita. Donita mengangguk mengiyakan jawaban Vita. Donita, Vita dan ibunya bersama-sama membuat ‘sesuatu’.
Setelah jadi, Donita berkomentar, “Ternyata mudah bikinnya. Kelihatannya juga enak!” Mereka semua tersenyum.
⃰ ⃰ ⃰
“Mama, lihat ini!” pinta Donita menunjukkan kotak yang berisi donat.
“Lho, darimana kamu dapat ini? Kamu beli dimana?” Mama penasaran.
“Ini aku buat sendiri, Ma,” jawab Donita.
“Masa? Kamu jangan bohong!”
“Iya, Ma. Ini aku yang buat. Ya, dibantu sama Vita dan ibunya juga, sih.”
Donita menjelaskan semuanya pada Mama. Dia tak lagi marah soal Donat pemberin Tante Meri. Dengan tidak adanya donat itu, Donita jadi bisa membuat donat sendiri. Donita jadi tahu bahan-bahan membuat donat dan bagaimana cara membuatnya.
“Aku paling senang pas taburin topingnya, Ma. Aku bisa kasih meses sesuka aku,” cerita Donita.
“Wah, adik kesayangan Kakak bisa bikin donat! Ini baru yang namanya Donat Donita. Donat buatan kamu sendiri,” kata Kak sandi yang sedari tadi menguping pembicaraan Mama dan Donita.
“Maafin Kakak, ya. Kakak lapar, jadi lupa deh kalau itu donat kamu,” ucap Kak Sandi sambil mengulurkan tangannya.
Donita membalas uluran tangan kakaknya. Mereka bersalaman. Kekesalan Donita sudah hilang. Dia sudah memaafkan kakaknya.
“Enak juga, donatnya. Kapan-kapan kita buat bersama di rumah,” kata Kak Sandi.
“Mama setuju. Kamu yang jadi kokinya. Kan, kamu yang sudah pernah membuatnya,” tambah Mama sembari menatap Donita.
Donita mengangguk cepat. Donita juga ingin mengajak Tante Meri ikut membuat donat bersama.
Satu kejadian tak enak yang dialami Donita, hanya membuatnya sedih sesaat. Donita akhirnya bisa bahagia kembali karena bisa melupakan donatnya yang sudah dimakan kakaknya.
⃰ ⃰ ⃰
Tentang Penulis
Siti Mukhlisoh, Nama Pena "Lish Adnan" tinggal di Desa Tembok Lor Rt 15 Rw 03 Kec, Adiwerna Kab. Tegal
Tidak ada komentar