GEMA DI MALAM TAKBIR_Puisi Puisi Ronnia Mukharomah (Sastra Harian)
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.
(Belum berhonor)
GEMA DI MALAM TAKBIR
Malam ini takbir menggema, esok ada bahagia
Kaki-kaki kecil ramai memadati surau
Menggemakan takbir, memuji Engkau
Aku di sini, duduk meringkuk di sudut yang sepi
Sendiri, mengingat-Mu dalam sukma kesepian
Aku yang hampir lupa
Dengan adigdaya sang Pencipta
Maka malam ini aku tersungkur, bersujud meminata ampun
Dalam riuh takbir yang menggema, aku terisak berlinang air mata
Malam ini, yang takbir menggema ke empat penjuru
Aku menaggung rindu, pada-Mu
Juga mereka yang hilang dariku
Semoga malam berlalu ia turut serta menarik rindu
Supaya esok fajar, aku tak lagi tergugu
Sendiri menahan pilu.
Semarang, 2018
BAHAGIA DI ATAS LARA
Ada gores luk4 yang tak kentara
Juga lara yang tak mampu ditangkap netra
Aku tak ingin orang menaruh simpati
Atas duka yang sukma ini derita
Cukup untuk aku simpan sendiri
Sebab lara ini hanya konsumsi pribadi
Tak ingin belas kasihan dari sorot mata yang nyalang
Biarlah aku seorang diri mendekam dibalik jeruji
Akupun pernah menggenggam bahagia
Meski akhirnya ku lepas berganti nestapa
Tak perlu belasungkawa, cukup doa saja
Dengan begitu aku tenang meski tak bahagia
Bahagia itu perkara mudah saja
Cukup dengan kau merelakan dan jangan ada sesal
Dengan begitu malaikat tersenyum padamu
Cukuplah bahagia itu untuk-ku
Semarang, 2018
PERTARUHAN
Dengan sebuah koin kita bertaruh
Perihal rasa, mimpi , juga cita-cita
Adakalanya kita terjatuh
Mecari sesal yang akan terus tumbuh
Seiring retaknya pilar keyakinan
Mengakar kuat penyelasalan dalam lingkar setan
Aku tak ingin jadi rapuh
Atau runtuh seperti mereka yang tak lagi utuh
Satu yang ku ingat dan akan selalu
Pesan mu pada ku, senja kala itu
Ketika nanti diri mu bukan takdir ku
Relakan, garis langit kita yang tak menyatu
Aku bukan lah satu-satunya dewi
Yang Tuhan cipta dalam jalan hidup mu
Begitu katamu, namun saat itu aku tak mau tahu
Sebab hanya sosokmu yang mampu menjajah relungku
Kini mataku terbuka
Koin terjatuh pada sisi yang tak pernah aku kira
Mengantar mu pada rasa yang bukan miliku
Membawakan mimpi yang tak pernah aku hinggapi
Juga cita-cita baru yang harus kudaki
Inilah jawaban atas pertaruhanku
Gores takdir yang tak memihak padaku
Demikianlah kehendak Tuhanku
Menyajikan naskah cerita teramat pilu
Semarang, 2018
KITA BERBEDA
Aku hanya tau berintuisi
Dengan kondisi juga rasa di hati
Bukan aku tak berlogika,
Atau mencoba memahami paradigma
Tapi asal kau tau saja
Aku menikmati dunia dengan jalan yang berbeda
Sebab aku tak ingin sama
Dengan mereka para pendosa
Semarang, 2018
SEPUCUK SURAT DAN SECANGKIR KOPI
Tinta merah di atas secarik kertas kecoklatan
Menemani secangkir kopi hitam pekat
Menghayutkanku tiap senja kala malam mendekat
Aku rindu dan aku candu
Akan penantian dan pahit yang aku sesap
Kamu miliku namun tak di sisiku
Lantas dengan siapa aku
Menukar rindu, menghabiskan kopi yang pahit itu
Semarang, 2018
PERTUNJUKAN
Dirimu sempurna
Dengan peran yang engkau mainkan
Dan aku hanya mengikuti
Naskah yang sengaja kau ciptakan
Aku dengan bagianku
Dan kau dengan jalanmu
Lantas akhir yang seperti apa
Yang hendak kau pentaskan?
Semarang, 2018
Tentang Penulis:
Ronnia Mukharomah, lahir di Banjarnegara, 10 juni 1999. Saat ni tengah menempuh Pendidikan di Politeknik Negeri Semarang, Jurusan Teknik Mesin, Program Studi D-3 Teknik Konversi Energi.
Tidak ada komentar