KADO DARI SUDUT SUMATERA_Puisi Puisi Muhammad Sarjuli (Sastra Harian)
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.
(Belum berhonor)
KADO DARI SUDUT SUMATERA
Masihkah kelok itu dirimu Lampung?
Sosok yang menyentuhku
dengan lembut.
Ada rindu yang tajam
ketika kutaruh sunyi di lipatan malam.
Sejatinya aku tertegun
menopang rasa kangen
yang sejak lama bersemayam
membiarkannya menjalar
menuntun rasa
menemukan asal muasal.
Akulah orang yang bebal itu
mungkin aku adalah jelmaan Malin Kundang
lupa kampung halaman.
Tetapi,
dari sini
aku mencoba bermain
dengan kekata
mencoba menerjemahkan hidup
dalam pikiran ringkas
yang terkemas pada kata rantau.
Meskipun, seringkali aku acuh pada
kalimat pulang
aku ingat benar
hangatnya mentari Pesagi
yang merayap di lipatan sendi.
Walaupun aku masih mengigau tentang kebahagiaan di ujung Sumatera.
Sesungguhnya kita sama sama dilahirkan dari rahim rindu
yang menyayat.
Dan jika lusa aku tidak pulang
semoga kau suka dengan kado yang kukirim
lalu biarkan aku di sini
tetap menyusuri semak belukar.
SimpangTiga, AirHitam, Lampung Barat, 27 Juli 2018.
PETANI KEBUN KOPI
Akhirnya aku tiba.
Bersama hasrat-hasrat saling melunasi, sampai di sini.
Dengan penuh rasa kerinduan, tanah ini menyuguhkan pesonanya juga hamparan kebun kopinya.
Sebab aku ini di puncak tertinggi bahkan berada tepat di atas gunung, dan, bukit-bukit menjulang tinggi bermahkota kopi dan bukit lainya tertutup kabut yang tak pernah merasakan gigil.
Dan, kebun lainnya mungkin mengingatku, lalu saling berbisik tentang raut yang menua, yang sedikit keriput, agak aneh dan bertanya tanya tentang kepulanganku, yang betikai rencana-rencana yang belum menjanjikan puluhan karung atau siasat bercocok tanam dan semua cara pengolahan ini, yang tak menyentuh obat obatan.
Semua yang tumbuh di sini mulai terbiasa dengan pupuk organik meski tubuh ini sedikit lelah,
dan aku tidak pernah mengeluh cemas itu lagi, setelah memanennya, menikmatinya bersama-sama.
Telah aku buktikan segala rencana dan pemikiranku yang telah lama kuutarakan kepadamu, sebab dunia ini semakin habis dipenuhi kehidupan-kehidupan baru.
Kebun-kebun ditumbuhi rumah-rumah, jalan-jalan dibangun lagi, sementara aku semakin terlibat di dalamnya.
Lampung Barat, 07 April 2018.
RAHASIA PUISI
Dusun kecil itu; Simpang Tiga menjadi dunianya.
Tempat ia mengumpulkan dedoa kala fajar dan mewujudkan mimpi, sebelum pulang ke negeri puisi.
Bahkan di cahaya temaram, lidahnya tak pernah salah mengecap rasa, karena ia sederhana dalam keinginan, berusaha menentramkan tikai hatinya.
Tetapi-
mereka tak boleh tau
rahasia di dusun itu, kejadian yang senantiasa menggerogoti kepalanya tentang kemirisan hidup di sepanjang Desember-Agustus.
Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 30 Maret 2017.
KOTAK KADO
Sosok itu, menyentuhku, dengan sentuhan lembut sekali.
Ada rindu yang tajam
ketika kutaruh sunyi di lipatan malam.
Sejatinya aku tertegun menopang rasa sebelumnya atau mungkin telah lama tidak merasakannya.
Membiarkan belaian menjalar menuntun rasa menemukan bentuk muasal.
Dengan perasaan yang belum selesai memikirkan muasal, dan mungkin telah dipahaminya dari hulu ke hilir, tempat embun melahirkan ribuan mata air mengalir dari sela-sela batu,
sedang aku selalu gagal menyemai biji ke tanah bersama butir-butir air dari sisa hujan.
Hai, hai, adakah ia perempuan sunyi mencoba bermain dengan segala tingkah kekata yang mencoba menerjemahkan hidup dalam pikiran ringkas pada sebuah kotak kado.
Seringkali aku acuh bahasa sederhana yang mengulik hati, melupakan betapa hangatnya sinar matahari muda perlahan menjamah pucuk-pucuk daun, sebagai ucapan salam. Sementara aku mengigau tentang kebahagiaan.
Simpangtiga, Airhitam, Lampung Barat, 12 Juni 2017.
SEBUAH KAMAR SEMPIT
Pernah kudengar sebuah suara pembelaan
juga nada yang menyudutkan, dan semua benar.
Hendaknya dapat,
memahami tentang cekcok melengking, meninggi pada nadanya,
dari balik dinding kamar sempit hingga sesak seisi ruangan.
Namun aku masih menutup telinga
memadatkan bantal hingga hening,
terpaksa bungkam kekata penyangkalan
pada mimpi tentang akhir cerita biji-biji kopi,
juga pelataran yang kembali lapang.
Tak dipungkiri, kita akrab bahkan karib dalam sepi hingga tak mengenal kebisingan,
sampai kembalilah reranting kopi berbunga,
dan kau masih setia mendengarku bercerita tentang apa yang tak sanggup kuutarakan kepadanya.
Lalu, menjelma bahasa diam.
Simpangtiga, Airhitam, Lampung Barat, 08 Juni 2017.
IA SEDANG MENANGIS
Ia tak mau bicara. Padaku.
Sebab aku menggores luka
tentang hati yang tersayat
tentang kata yang meninggi
(meski tak banyak)
tetapi cukup membuatnya terluka.
Ia selalu menceritakan segala hal
yang ia kerjakan.
Menanak nasi.
Tangan yang teriris
dan semua hal yang tak pernah
kukerjakan tentunya.
Kami memang baru satu minggu bersama.
Membicarakan masa depan
selebihnya cara kami membahasakan cinta
juga mempelajari kode-kode cinta
saat kami bertemu suatu hari nanti.
Tentunya kami sedang berjauhan
dan kami saling menanti.
SimpangTiga, AirHitam, Lampung Barat, 30 Juli 2018.
SAJAK SEPI
Diam malam ini.
Memaksa kukembali
pada tempo dulu yang kita tinggalkan.
Kembali pada hasrat yang kita lukai.
Tetapi kita masing-masing
masih membaca beberapa
goresan tentang rindu
di sudut hati.
Haruskah kita menghapus coretan
kehidupan yang pernah kita tuliskan?
Sementara detak-detik
menjelma waktu,
yang mengajarkan kita hal baru
agar lebih baik.
Tentunya kita sepakat,
untuk menepis ego yang melukai perasaan.
Sebab waktu tidak akan
kembali pada catatan yang kita
tinggalkan.
SimpangTiga, AirHitam, Lampung Barat, 21 Juli 2018.
Tentang penulis:
Muhammad Sarjuli bertempat tinggal di Lampung Barat, Kec. Airhitam, Desa Sinarjaya, Dusun Simpangtiga. Menyukai puisi sejak kecil dan tergabung dalam Komsas Simalaba. Karya-karyanya telah dipublikasikan di media di antaranya wartalambar.com saibumi.com lampungmediaonline.com Lintasgayo.co (aceh) karyanya dibukukan bersama sastrawan Jawa Timur berjudul BULAN SEMBILAN (2016),serta tiga karyanya lolos dalam event kopi penyair dunia yang di beri judul Kumpulan Puisi Kopi 1550 MDPL (Tha Gayo Institute, Ruang Sastra (RS) dan Aceh Culture Center (ACC)(2016), yang terbaru sejumlah karyanya dibukukan dalam antologi berjudul EMBUN DI LERENG PESAGI (2017), MAJALAH SIMALABA (SIMALABA AWARD 2017, MAZHAB RINDU (BANTEN 2017)
Tidak ada komentar