DI BAWAH POHON TREMBESI_Puisi Puisi Erwin Setia (Semarak Sastra Malam Minggu)
SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU : EDISI 36
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), cerpen,cernak dan artikel (minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam. kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU. Apabila dalam 2 bulan naskah tidak dimuat maka dipersilakan mengirimnya ke media lain.
(Bagi karya yang dimuat malam minggu diberikan honorarium sepantasnya)
DI BAWAH POHON TREMBESI
suhu seperti kulkas baru
ketika kita sembunyikan
jari-jemari yang bertautan
dari mata senja
di atas kursi
pernah kita gambar masa tua
sementara sehelai daun trembesi
jatuh menimpa
kita pun tahu
tak ada yang sungguh nyata
kisah cinta dan pohon trembesi
kisah kita dan sebuah kursi
Bekasi, 2018
INGATAN
--untuk Han
Ingatan adalah kekuatan, Han:
Gedung-gedung julang
di pinggir kota
Buku-buku setebal perut
yang kau baca
saban waktu luang
Dibangun dan ditulis
dengan bahan baku ingatan
Ingatan adalah rasa sakit, Han:
Luka bakar sebesar koin
di betis kanan
Pem4kam4n massal kesepian
yang kau ziarahi
saban ujung ramadan
Ada dan tercipta
berkat tangan gaib ingatan
Ingatan, Han
Adalah kendaraan sekaligus perjalanan
Membawamu ke belakang
Dan ke depan
Menyalakan kekuatan
Mengungkit rasa sakit
Bekasi, 2018
BELAJAR KEPADA UDARA
/1/
tak terlihat
tetapi mengantarkan layang-layang
dan masa kecilmu
menuju tinggi bumantara
/2/
tak terdengar
tetapi mengirimkan surat-surat
dan debar hatimu
hingga ke lain benua
/3/
tak tergenggam
tetapi menjadi batas antara napas
dan nahasmu
apakah ada atau tiada
Bekasi, 2018
BALADA CINTA KONTEMPORER
Ia terlampau sibuk menghimpun kata-kata cinta
Hingga lupa caranya jatuh cinta.
Terlalu sibuk mengumpulkan kata-kata
Abai pada makna.
Dibukanya sebuah buku dan album foto
Ada nama-nama dan foto-foto orang yang dicintainya.
Tetapi ia kelewat larut pada apa yang termaktub.
Sementara orang-orang lenyap dan pergi
Seperti menolak abadi. Foto dan surat cinta
Hanya dua remeh-temeh penguras duka.
Bekasi, 2018
DI TAMAN
silau mentari memantulkan warna
kepada bening mata kita
semerbak harum diangkut udara
menyentuh cuping hening grana
sayap kupu-kupu berkibar bagai bendera
dihisapnya nektar dari tubuh bunga
“apakah manis rasanya
bunga-bunga itu?” tanyamu dan kutahu
akan lagi ada setelah itu:
“ataukah pahit semata
seperti empedu dan kisah pilu?”
bunga-bunga itu adalah wajahmu, han, kataku
manis yang tak bisa kukecup
memandangnya sudah lebih dari cukup
setelahnya kita bercakap-cakap dalam bisu
dan seekor kupu-kupu mencium ujung jarimu
Bekasi, 2018
DUA MALAM TANPA REMBULAN
Tak seperti malam-malam lain
pada musim cerah
ini kali rembulan lesap
dari langit
Di meja kayu ponsel berdering
sebuah pesan
seseorang dari jauh mengabarkan
napasmu selesai
“T4br4k lari; sebetulnya ia akan pulang
esok kepadamu,” kata suara di seberang
Keesokkan malamnya memang kau pulang
tanpa denyut nadi dan detak jantung
di balik pucuk pepohonan
langit masih tanpa rembulan
Bekasi, 2018
DI ATAS KERETA
kaca jendela bersawala dengan mataku
perihal siapa lebih lekas berenyut
gerumbulan pohon-pohon di luar
atau tegap tubuhku di tubuh kereta
perdebatan tanpa titik henti
sebab tiada lebih lesat
selain ingatan dalam kepala
yang pecah jadi imaji bayangan jendela
Bekasi, 2018
Tentang Penulis:
Erwin Setia lahir tahun 1998. Membaca dan menulis puisi dan prosa. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media seperti Minggu Pagi, Solopos, Medan Pos, dan Cendana News. Kini bermukim di Bekasi.
Tidak ada komentar