AKU MULAI BELAJAR MELUPAKANMU_Puisi Puisi Riduan Hamsyah
AKU MULAI BELAJAR MELUPAKANMU
Aku tau, engkau akan segera
menyingkirkanku
atas peristiwa lama (yang) dirimu sendiri
sebenarnya tak begitu paham faktanya apa?
Tetapi aku telah menghitung mundur
waktu tersungkur
sebab debu tak mungkin melawan cuaca.
Di tempat terpisah, orang orang resah
menatap jasad menjulang
ketika tiang-tiang pongah mengingkari sejarah dinding
dan sarang tikus sejuk di urat urat atap.
Ini duniamu tiba, di ruang loby
siasatmu terbakar
asapnya menari
serupa perempuan kemayu yang nasibnya dikendalikan seorang lelaki pecundang.
Aku kian belajar dari getar getar
lembab di ubin
yang dingin
cara pergi dari sini, cara menyelinap menjauh
bersama segelintir orang orang jenuh
bersama muak yang mengudara.
Aku tak biasa hidup
dalam sumpah serapah
atau mengutuk riwayat buruk
biar engkau saja terkutuk, sebentar nanti
jadi batu
jadi monyet berhidung besar
jadi kura kura disiksa berat cangkang
atau jadi puntung rokok di dalam asbak
yang retak.
Banten, 29112018
KELAK, AKU AKAN MENATAPMU
JADI TUGU DI ATAS LIMBUNG KAKIMU
Kelak, setelah kita berpisah
atau dipisahkan oleh dua tepi sungai
yang arusnya mengalir deras
aku akan menatapmu
dari kejauhan. Menjadi tugu
limbung di atas kedua kakimu.
Saat itu aku bukan sedang meramal
hikayat nestapa atau sisik sisik air
yang menghantam bongkah batu batu
engkau akan merupa tugu
hitam. Legam. Setelah dikutuk siasatmu sendiri
dilumpuhkan kata katamu sendiri.
Sebab aku tau benar
apa tertanam di balik keping hatimu
aromanya menyengat
mirip bau farpum perempuan kemayu
di sidut keparat
yang pandai menunggu di balik layar
menunggu di balik kemungkinan yang meleleh
tempat rasa muakku membumbung
ke puncak gunung
Banten, 29112018
MENYESAL AKU
BERTEMU KAU DI SINI
Sebenarnya kita sudah lama berpisah,
aku yang lebih dulu pergi
sementara bayangan batang tubuhmu
sirna dihisap gelap.
Entah kenapa
tiba tiba kita saling berpapasan
di punggung trotoar
di sisa sisa tumit sepatu berdetak ngilu.
Menyesal sekali aku
bertemu kau di sini, bersitatap
saling melengkapi rasa yang sembunyi.
di balik sunyi.
Banten, 29112018
LELAKI TUPAI
Serupa tupai, ia menyeringai
lelaki itu melompat dari dahan ke dahan
hai, hai, sebentar nanti
ia akan tertusuk ranting, mati
ditimbun daun daun busuk.
Banten, 29112018
Tentang Penulis:
Riduan Hamsyah, sejumlah puisi dipublikasikan, antara lain; di Harian Pikiran Rakyat, Fajar Makasar, Harian Amanah (Jakarta), Minggu Pagi (Yogyakarta), Banjarmasin Post, Harian Rakyat Sumbar, Lampung Post, Radar Banjarmasin, Majalah Sabili, Jurnal Asia, Palembang Ekspres, www.simalaba.net, Jurnal Sajak, Majalah Puisi, Dinamika News, Harian Media Kalimantan, Harian Satelit News, Litera.co, wartalambar.com, saibumi.com, nusantranews, dll.
Buku puisi tunggal Riduan Hamsyah yang baru saja terbit KITAB TUNGGUTUBANG (Perahu Litera 2018)
Puisi puisi juga dimuat dalam puluhan buku antologi yang terbit sejak tahun 2006 hingga 2018, terbaru buku PUISI MULTATULI 2018, SEPASANG CAMAR (Semarak Sastra Simalaba 1), PUISI UNTUK PERDAMAIAN DUNIA (Pertemuan Penyair Nusantara X 2017 di Banten), PESONA RANAH BUNDO (Antologi Puisi Wartawan Indonesia 2018), NEGERI BAHARI (Negeri Poci 8), NEGERI AWAN (Negeri Poci 7), THE FIRST DROP OF RAIN (Banjarbaru festival 2017), 100 PUISI TENTANG MASJID (2017), LEBIH BAIK PUTIH TULANG DARI PADA PUTIH MATA (Pestival Puisi Bangakalan 2 tahun 2017), MAZHAB RINDU (FLP Ciputat 2017), TENTANG PEREMPUAN (FLP Kediri 2017), EMBUN PAGI LERENG PESAGI DAN SEBUAH PANDUAN MENULIS PUISI (Perahu Litera 2017), MEMBACA KARTINI (Q Publisher dan Komunitas Jobawi 2016), IJE JELA (Tifa Nusantara 3 2016), CIMANUK-KINI BURUNG BURUNG TELAH PERGI (Sail Cimanuk 2016-Dewan Kesenian Indramayu), SEPASANG PUSI (Antologi Pribadi-Perahu Litera 2016), TANAH PILIH (TSI Jambi 2007), 142 PENYAIR MENUJU BULAN (KSSB Kalsel 2006), dll.
Tidak ada komentar