SUKAU SUATU PAGI_(Karya Titin Ulpianti)
SUKAU SUATU PAGI
Sukau suatu pagi
separuh langkah ini menuju sepi
dingin yang hinggap pada tulang
beku memuncuk ke ulu hati.
Mentari yang baru saja dilahirkan
dari balik pesagi, senyumnya menjulang
menebar butiran hangat
berbagi cerita pada embun yang piawai menari di ujung daun.
Di tanah ini, terbentang
sebidang harapan
dimana mimpi tersemai
untuk tuan tanah dan tuan buruh
banyak usia paruh baya
yang menanam biji impian keluarga.
Keringat bukanlah sekat
yang melintasi wajah lusuh
senyum itu, menjadi hiasan
damai berbaris dengan cinta
di antara pedihnya matahari yang membakar
gurauan adalah pelipur segala duka yang terkadang singgah dan
tertinggal di sudut gubuk sederhana.
Lampung Barat, 20 Juli 2018.
KUNIKMATI SEPI
Di pantai Krui
kunikmati sepi, saat senja
jiwa ini sesak.
Pergulatan cahaya
sebelum lenyap, berganti gelap.
Entah sampai kapan kesendirian ini
menepi
menemani samudera
Di sini aku terjebak
di butiran pasir pantai.
Lampung Barat, 20 Juli 2018
SENJA DI PUCUK SEMINUNG
Barisan bukit hijau
rapi
bak punggawa mengawal raja
setia
memetik cahaya kuning tua
yang kilaunya
hinggap
pada air panas yang berangkat ke hulu
dermaga kecil tempat danau menyandarkan genangan
kubasuh hati ini, di musim semi
sebab dari tingginya matahari
biji-biji hari esok berlarian dari tangkai sepi.
Seminung ketika senja bersolek, untuk memanjakan mata
saat pemuda rupawan mulai mengenal kecantikkan
bertandanglah ke Seminung
niscaya kau akan membungkusnya dalam sajak yang tak terbaca
sebab kau lupa beberapa waktu caranya berkedip.
Jejak ini makin memuncak
menggapai damai yang sempat di taburi butiran kegelisan
bukan hanya selayang pandang
tapi alam adalah semesta yang mengitari sekumpulan pengalaman.
Lampung Barat, 2018.
MENGHAPUS JEJAK
Masih ingatkah dengan gemericik gelang di kaki
hadiah kecil dari
kepergianmu sebelum mengikatku
seperti janji angin pada laut
setia menemani.
hamparan pasir masih basah
kita saling bergandeng
tampa alas kaki
di bawah langit menatap senja
di sana merah setara rona pipi tersipu malu
hati kita makin menyatu
hingga badai datang
buih pasir menghapus jejak
menggulung terbawa ombak ketengah samudra
dan aku tenggelam dalam cintamu.
Lampung Barat, Juli 2018.
PEREMPUAN DALAM DIAM
Dia tengelam dalam sunyi
dengan menyimpan sejuta misteri
sekalipun sungai di mata beranak pinak
wanita itu makin diam
menyelami kesendirian
nikmati dingin malam mencekam
semilir angin makin terguncang
karna bulan belum juga datang.
Ah,
aku bosan mendengar cerita tuan tentang bahagia
sedang aku selalu bercumbu dengan duka
biarkan aku nikmati kesendirian ini
meleburkan diri
terbang tinggi ketempat tak berpenghuni
jauh dari hiruk pikuk dunia
damai di alam maya
lepaskan segala beban yang menyiksa.
Lampung Barat, Juli 2018.
SEMANGKUK PROBLEMA
Pagi yang menyedikan
bukan kopi hangat tersuguh di meja
tapi dingin menusuk rasa
cahaya mentari tak mampu hangatkan puisi di bangku beku
yang ada
semangkuk problema
dari bejana gelisah
tersusun rapi dalam realita.
ribuan diksi hilang
bersama embun yang sempat berkilau
tersapu cahaya
lebur dalam duka.
Lampung Barat, Juli 2018.
Tentang Penulis
Titin Ulpianti, selain menulis puisi, ia juga menekuni dunia jurnalistik. Penulis yang hobby segala jenis sambal pedas ini, saat ini setia mengabdikan dirinya sebagai jurnalis media Simalaba wilayah Lampung Barat.
Tidak ada komentar