ROMANTISME CICAK _Cerpen Ma’rifat Bayhaki (Sastra Harian)
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi media Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu)
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini untuk memberi ruang bagi sahabat pemula Dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor)
Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.
Debu-debu lenyap dihempas malam yang gelap, riuh manusia seketika hilang di telan bulan dan langit, merelakan bumi dan bulan bertatapan dengan tenang. Malam yang indah untuk mengenang sebuah momen kehidupan.
Telingaku mendengar air mendidih, hampir saja aku lupa sedang memanaskan air. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 13.00 sebetulnya aku sudah tidak tahan menahan rasa kantuk, tetapi jika sudah di kamar tidak bisa tidur paling ngutak-ngatik handphone gak jelas,akhirnya aku putuskan untuk keluar menikmati kopi di tepian jalan, kayanya akan terasa nikmat. sayang juga sudah capek-capek masak air.
Di sebuah toko yang dingin, bersama angin malam aku menikmati hangatnya kopi, terukir sajak-sajak tentang lampu-lampu jalan, tentang bulan, dan awan di atas secarik kertas dan pena yang sengaja tadi aku bawa. Dalam keadaan hening dan damai mataku mendapati sepasang cicak sedang berpacaran, aku perhatikan begitu romantisnya hubungan mereka, sampai-sampai aku iri melihat prilaku mereka. aku mengambil sebatang kayu lalu aku pukulkan pada dinding sambil berteriak cukup keras, sepasang cicak itu kaget dan lari terbirit-birit bersembunyi di langit-langit toko. Aku tertawa terbahak-bahak bagai raja yang berkuasa.
aku pulang sejenak untuk mengambil banyak kertas karna pikiranku sedang bersahabat untuk merangkai sajak-sajak. ketika perjalanan menuju toko semula, aku melihat langit tertutup awan dan angin berhembus cukup kencang tapi aku tetap berjalan. Sudah tanggung sampai subuh pikirku.
Tiba-tiba aku mendengar suara, seperti ada sesuatu yang jatuh, dan mataku mengitari setiap sudut dan nampak seekor cicak terkulai, ekornya putus tubuhnya pipih dan lemah. aku tidak tega melihatnya namun aku tidak bisa membantunya karna aku agak geli dengan cicak yang bertekstur kenyal apalagi melihat kepalanya.
Aku jadi bingung dibuatnya tapi aku memilih untuk melanjutkan menulis sajak dan tidak memperdulikanya. Tidak lama kemudian aku melihat cicak tadi di hampiri beberapa ekor semut. “Bikin galau orang bikin sajak aja nih semut” aku menggerutu.
Selang beberapa menit aku melihat kejadian yang unik tiba-tiba seeokor cicak lainnya datang dan membantu mengusir semut-semut yang hendak mengeroyok cicak yang jatuh tadi. Aku terharu melihat perjuangan seekor cicak untuk menolong sesamanya yang sedang kesusahan. Semut-semut itu akhirnya takluk dan meninggalkan cicak sakit itu.
Dan aku kembali memperhatikan kedua cicak itu cukup lama, sepertinya cicak ini yang tadi berpacaran. Melihat kejadian itu, aku ganti tema-tema sajak-sajaku tentang cicak.
Selesai dengan sajak-sajaku aku kembali menoleh ke arah sepasang cicak tadi, dan ternyata mereka masih di tempat semula, aku lihat cicak yang sakit mulai pulih. Begitu setia dan romantis sekali hubungan mereka. tidak lama kemudian mereka berdua merayap di dinding dan masuk kedalam langit-langit toko.
Aku buka handphone untuk sekadar melihat jam. Ternyata sudah pukul 15.00. aku aktifkan koneksi internet lalu membuka Whatsapp melihat kontak profil Aulia, ternyata aktif 3 minggu yang lalu. Melihat cicak tadi aku menjadi kepikiran Aulia yang sudah 3 minggu tidak membalas pesanku. Padahal aku ingin lebih dekat dengannya lebih dari seorang teman.
Hujan turun dengan tiba-tiba. Aku memakan sebungkus roti yang aku bawa dari rumah, sambil memandang gambar polos di profil Whatshapp Aulia,aku mencoba mengingat momen bersamanya di perpustakaan, ketika aku melihatnya begitu cantik, dengan senyumnya yang manis serta kepribadiannya yang menarik melihatku yang kebingungan karna aku tidak mengetahui apa-apa tentang tugas kuliah pertamaku pada saat itu. Aku meyakini kepekaanya bukan hanya kepadaku.
Hujan lebat biasanya sebentar, benar saja tidak lama berselang hujan reda, dan aku putuskan untuk pulang. Sebelum tidur aku harus sholat subuh dulu jika tidak aku malu pada Aulia, yang sudah membimbingku selama ini padahal aku lebih tua satu tahun darinya. Begitulah hidup, usia tidak menjadi barometer ilmu.
Karna semalam begadang aku terbangun pukul 10.00, untung saja Mata kuliah hari ini, jam 13.00. Setelah makan siang aku berangkat ke kampus, seperti biasa dengan motor warisan abahku.
Karna perjalanan menuju kampus sendiri, di perjalanan aku hanya melamun dan memikirkan hal-hal yang tidak jelas, berbeda ketika di SMA, ada temannya jadi di sepanjang jalan dihabiskan untuk mengobrol atau meledek orang-orang di sepanjang jalan.
Sesampainya di kampus aku melihat Aulia mengendarai motor menuju parkiran. Kebetulan aku juga sedang di parkiran tapi kita tidak saling tegur sapa karna aku parkirnya di ujung, sengaja biar ga ada yang liat karna motorku itu kotor sekali.
Aku berjalan menuju kelas dan melewati motor Aulia dan aku berhenti sejenak lalu berbicara sendiri kaya orang gila “motor calon istri” sambil ketawa. Pokoknya kalo kamu melihatnya pasti kamu akan beranggapan aku orang gila, karna aku sambil joget-joget kaya topeng monyet di pasar inpres.
Aku masuk kelas, dan aku melihat Aulia duduk di barisan paling depan, sambil mengutak-ngatik laptopnya pada saat itu aku hanya bisa memandanginya dan berbisik dalam hati ”hari ini ia cantik sekali” matanya indah seakan memaksaku untuk terus memandanginya. Seperti biasa aku duduk di barisan paling belakang, bersama teman seperjuangan calon mengulang mata kuliah, karna kebanyakan absen. Banyaknya absen bukan karna disengaja, tapi kesiangan karna lokasi kampus dan rumahku cukup jauh dan memakan waktu. Tapi entah kalo teman-temanku mungkin mereka terlampau sibuk berorganisasi atau main game online sampai subuh.
Hari ini presentasi makalah kelompok Aulia pantas saja dia sibuk mengutak-ngatik laptop mungkin terburu-buru membuat Power point. Aku hanya memandangi wajah Aulia terkhusus bola matanya yang bulat, dan hidungnya yang mancung. Ingin rasanya aku mencubit hidung itu. Tapi aku teringat perkataanya bahjangan melihat perempuan terlalu lama”. dan pada saat itu aku bertanya kembali “bukanya zina itu ketika sepasang manusia bersetubuh ?”. dia menimpali “zina kecil”. Mengingat perkataan itu aku langsung terkejut dan langsung memalingkan mataku kearah proyektor, dinging, sepatu dan jendela. Berputar-putar sampai kepalaku jadi pusing.
Selama berminggu-minggu keseharianku hanya memandanginya di dalam kelas, aku tidak tahu kenapa nomernya tidak pernah aktif. Aku hanya berpikiran dia marah kepadaku karna aku membuatnya kesal saat chatingan pada saat itu.
Ketika Mk usai aku pulang dan tiduran di kamar, aku buka ponsel melihat postingan teman-teman kelas. Aku melihat wajah aulia dalam foto postingan temanku. Dan seketika aku beranggapan dia sedang bahagia dengan teman-temanya. Sejak saat itu aku rajin melihat postingan teman-teman kelas terkhusus teman-teman yang akrab dengan aulia.
Entah sampai kapan, aku harus menunggu pesan dari aulia. semenjak ponselku tidak mendapat pesan darinya rasanya kemalasan dan ke tidak seriusan kuliah nyaman bersarang dalam benak pikiranku.
Besok jurusan kami akan mengadakan agenda kunjungan ke situs-situs bersejarah di jawa tengah dan timur, aku dan keluargaku sibuk mencari uang sana-sini entah itu dengan cara ngutang, menjual barang berharaga dan yang lainya sebab ongkos kunjungan tidaklah murah.
Hari ini aku berangkat dengan teman-teman, kebetulan aku satu bus dengan aulia.
Bus baru jalan beberapa kilo meter, perutku mules dan tidak sengaja aku buang angin didalam Bus, hasilnya tadi itu, zat metana itu terjebak dan meracuni hidung-hidung di sekitarnya. Karna kebiasaanku yang aktif bersenda-gurau dengan sahabatku, di tudinglah aku menjadi tersangka sama si rudi, saman, dan ari. Dengan suara lantang rudi berkata “woy temen-temen si salim kentut nih !”. Dengan sigap saman meneruskan perkataan rudi “lim bau amat sih kentutnya !”. hampir semua penumpang terkecuali supir dan kondekturnya terhasut oleh rudi. semua perempuan menutup hidung dan memandangku sinis. Padahal tempat duduk mereka jauh dan aku yakin aromanya tidak sampai kesana. Aku pun membela diri “ weh, bukan aku yang kentut, kalo ga percaya nih, cium” sambil menuding pantat. “bau-bau buka jendelanya ga ilang-ilang inimah, jorok si salim nih”. kata ari sambil menutup hidung.
Tapi ketika seluruh penumpang bus sibuk dengan kentut yang aku lahirkan, aku melihat aulia yang biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa.
Sesampainya di situs sejarah yang pertama, kami bergegas mendokumentasi, dan mewawancarai penduduk lokal, untuk keperluan tugas Kuliah.
Saat itu aku sakit perut dan bergegas menuju kamar mandi, dan aku lihat teman-temanku sedang mengantri termasuk aulia. . aku foto ajah mereka, iseng. Aulia melihat perbuatanku dan memberi muka sinis seperti berkata “ kampunga banget sih”. Saya jadi gelagapan, malu.
Tapi kejadian di wc tadi membuat saya berani untuk mengejek aulia. tanggung malu pikir saya. Ternyata hal itu ampuh untuk bisa berbicara denganya.
“aul kamu jelek ” ku sapa aulia
“Apaan si, gajelas”. Memberikan muka sinis
“ko sombong sih, sekarang mah”. Kutanya sambil cengengesan
“sombong apa ?”.
“Gak, pernah bales pesan salim?”
“Kapan kirim pesanya ?”
“Hampir setiap hari aku kirim pesan ke kamu ul”. Panggilan akrab saya padanya ‘ul’
“lah, orang gaada”
“Liat nih kalo tidak percaya” menunujakan riwayat pesan di ponselku.
“itu nomer aku yang lama salim, kamu tidak tahu aku sudah ganti nomer, padahal di goup kelas juga ada nomer aku yang baru ?”.
“Pantesan” jawabku sambil garuk-garuk kepala
“terus nomer kamu mana?”.
“Liat ajah di goup, ada foto profilnya anak kecil”.
Saya membuka ponsel dan melihat kontak dengan profil anak kecil. Ternyata selama ini aulia tidak memblokir atau menjauh dariku dengan sengaja ternyata aku teramat kuno di era milenial yang super canggih ini.
Malam tiba, mahasiswa beristirahat, dan saya melihat sepasang cicak yang berlarian seperti kejar-kejaran. “Cicak lagi” gumamku.
Aku perhatikan cicak itu dan ternyata semakin di kejar semakin kencang cicak yang satunya lari. Sampai akhirnya dia menyerah dan untuk tidak mengejarnya kembali. Aku jadi menghayal tentang kejadian kemarin ketika aku terlalu agresif dan tidak sabaran, tidak melihat kondisi, setiap hari membrondong aulia dengan pesan-pesan yang tidak jelas dan sedikitpun tidak ada manfaatnya.
Tentang penulis:
Ma’rifat Bayhaki lahir di serang pada tanggal 05 juni 1998. Aktif dalam komunitar menulis pontang-tirtayasa (komentar), angkatan ke-4. Kini sedang menempuh pendidikan S-1 Untirta, jusuran pendidikan Sejarah. Aktif di organisasi kepenulisan kampus Tirtayasa research and academik society (TRAS). Aktif di organisasi pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII). Sudah menulis antologi puisi bersama rekan (komentar) berjudul “suara tokek kandang ayam dan cinta yang berlemak. Karya-karyanya sudah banyak di muat di media masa baik digital maupun cetak.
Tidak ada komentar