IBU DAN ANAK_Puisi puisi Alfia Nurul Hidayah (Sastra Harian
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi media Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu)
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini untuk memberi ruang bagi sahabat pemula dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor)
Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.
IBU DAN ANAK
Hari di ujung penghabisan,berangkatlah seorang laki-laki dengan kereta api menuju pengharapan.
Mengasingkan diri dari hiruk pikuk
kekecewaan. Semalam suntuk tidak dipasangkan pelita dan gelap gulita
pandangannya. Seolah-olah seorang pertapa di dalam gua bersembunyi untuk
mendapat kesaktian.
Kerinduan hadir kembali di tengah
kesunyian.Terbayanglah wajah ibu dan sanak saudara. Jangan sampai tampak
kesusahan di hati mereka.
Namun,ibu tetaplah ibu. Yang Penuh
kasih sayang mengerti setiap waktu akan keadaan anaknya. Tiada luput dari
matanya cahaya cinta itu. Ibu, dihubungkan oleh tali urat yang kukuh dengan
pohon tua. Seolah-olah mempunyai tali batin yang halus, terasa kepadanya apa
yang terjadi dan berubah pada biji matanya itu.
Pada perempuan itu, ibu. Ketika hari
senja tiba, ringanlah sedikit rindu, melihat bayangan kasih sayang tercurahkan
lewat tali batin. Pada perempuan tua itu, lindungilah dan peliharalah alam.
Surakarta,21o9
TERJEBAK PADA LINGKARAN SENDIRI
Pada akhirnya kita akan terjebak dalam lingkaran yg kita buat sendiri.
Mungkin menguntungkan atau bisa saja merugikan
Perasaan wanita memang seperti ini, ia mudah saja tertawa kemudian tiba-tiba
sendu. Biru.
Kesedihan ini, biar aku saja yang merasa. Setelah ini, biar aku saja yg
menanggung beban.
Tuhan ada bersama doa-doaku. Aku tenang.
Kapas langit bisa saja membuatku girang. Tapi tidak segirang itu. Kadang,
wanita menangis tanpa perkara. Tiba-tiba saja berlinang air mata padahal tidak
tau apa yang sebenarnya terjadi. Atau hanya saja malu untuk mengakui.
Pundak dan suara lirih bisikan lembut
Menenangkan diriku, aku seperti aliran air yang mengalir. Tenang hanyut. Ya
mungkin sesekali tersangkut. Itulah hidup.
Aku suka air.
BERGANTI
Ada banyak soal yang belum rampung dikerjakan, tapi menuntut harus
dikumpulkan. Yang seharusnya tercapai tahun ini, harus ditunda atau bahkan
dilupakan.
Tahun berganti bukan berarti mengganti, bisa saja menyelesaikan soal-soal
yang belum selesai. Sebab bergantinya tahun hanya hitungan angka, seperti
setiap saat berganti detik, tanggal dan hari.
Begitulah kiranya, seperti hari ini berganti hari esok. Soal-soal akan tetap
sama, hanya saja bagaimana engkau memulai esok sebagai langkah awalmu
menyelesaikan kemarin.
Surakarta,21o9
HAL YANG AKAN KAYU RINDUKAN ESOK
Tahun tahun berlalu
Ingatan tentang awal perjumpaan tak pernah usang
Aku malu pada diriku yang tidak mampu mengenal kalian dengan baik
Asing yang masih kurasakan saat ini
Detik berputar begitu cepat
Ingatan menuntut kembali
Saat aku berdiri dan memperkenalkan diri
Melihat kalian penuh dengan tatapan memahami
Kemarin, rasanya baru saja terlewati satu detik
Tapi sudah banyak jalan yang di lalui, rupanya
Setelah ini, ingatan sudah tidak lagi berguna
Rindu barangkali hanya milikku
Temu tidak lagi hangat
Saatnya aku menyeduh teh sendiri dan membuka album tentang yang kurindukan kini..
Surakarta,21o9
LAKON SUNYI PUAN
Jikalau engkau ingin tahu, di balik tegar dan tertawa seorang perempuan, ada
tangis yang tidak bisa dibendung.
Di balik kuat dan sabar seorang perempuan, ada perasaan menyerah dengan
keadaan.
Di balik basa-basi kepada siapapun, ada kegelisahan di hatinya.
Kalian bisa menilai seorang perempuan itu hebat, hina, rendah. Tapi, di balik
itu ada dinding yang runtuh minta dibangun, ada lemah yang minta dipeluk.
Ada peluh yang minta diusap, ada diam yang ingin di dengar. Tidak ada
seorangpun perempuan yang benar-benar tegar.
Tapi, perempuan memang lakon terhandal untuk berpura-pura memerankan tokoh
drama. Sudah akrab dengan kata “tinggalkan aku sendiri”.
Surakarta,21o9
Tentang Penulis:
Alfia Nurul Hidayah, Lahir 28 November 1996 di
Karanganyar. Alumni Mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia Institut Agama Islam
Negeri Surakarta.
Tidak ada komentar