DI BAWAH LAMPU JALAN | Puisi Puisi Titin Ulpianti |
Di bawah lampu jalan
para semut berpesta
berebut sepotong roti
sisa perjamuan kita
saat meramu rindu
Kekunang redup
cahaya terang dari bola mata
suguhkan cerita sejak lama kau rangkai dari bait kata-kata kian nyala
menutup bulan seperempat malam
Di sana
Kau sempat menitipkan
beberapa bait sajak pada bulan
tarian bintang aduhai
melahap naluri
yang sejak tadi berdiri.
Malam hampir saja habis
Kita masih sibuk menghitung mimpi
Kabut mulai menjelma embun di ujung daun
sebentar lagi
kita bertualang
dia
tetap di ujung jalan.
Lampung Barat, 19 November 2019
EMAK
Mak...
masih segar dalam lipatan ingatan
Setiap hari
menaiki bukit
kain kumal membalutnya
di ayunan tangan, menggantung ember sedikit retak
dan caping gunung
alas kepala selamat dari semat surya.
walau bulan terus berlalu,
Ia tak pernah mengeluh
Senyum selalu bergelantungan di bibir tanpa beban
Baginya,
selama nafas berhembus
hanya ada hasil dari butiran peluh
tergambar nyanyian buah hati
Legam kulit terbakar tak dirasa
bertarung menatap lahan penuh harap
sekalipun ia tak berhak
ada bayang dalam setiap jejak
Senyumam bidadari hati hilangkan penat
menggantung mimpi dalam bilik sunyi
di sana ada kekuatan dalam jiwa
hilang ruang mengumbar kesah.
Lampung Barat, 22 Desember 2019
DI HALAMAN DEPAN RUMAH
Aku mulai mengeja pagi
dimana embun asik bergelantungan di atas dedaun
menikmati kesegaran pada tulang beku
yang hinggap di antara sepi.
Di halaman depan rumah
Sekumpulan bunga riang
Menuju siang hampir mantang
Menanti kumbang berpetualang pada tangkai senja
menghisap mimpi sebelum pergi.
Kemudian
Jejak jejak tertinggal di pohon waktu
Bisu jalanan seakan memoles luka
cuaca tak pernah sama
Selalu berubah
Dengan apa aku merawat hati
Jika jarak telah meresahkan rindu membawaku dalam dilema
Kini telah gugur
Sebab aku hidup dari mimpi yang selalu memburuku.
Sukau, 31 Desember 2019
PEGHOS MASIN
Seketika air liur menari di ujung lidah
Ketika perasan air lemon diperas dengan kasih oleh emak
Aroma pedas dan manis menguasai mesti belum singgah.
Hujan masih saja setia datang
suasana hati patah terbawa angin gelisah meluap terbawa rinai yang jatuh di pinggir jalan
Memungut sisa kenangan pada sebuah genangan.
Dari bilik dapur
Kulihat ayah sibuk meracik panggang ikan mas dari kolam belakang rumah
Bajunya masih basah
karna musim tak memberi waktu mencari makan di lahan tetangga
Bening air mata tersimpan rapi di kolam matanya yang penuh mimpi.
Peghos masim tersaji
Hangat suasana
Sesaat melupakan asam pahitnya perjalanan
di ujung kenikmatan menanti
Rasa pedas kenangan menjadi samangat
kasih sayang tertumpah.
Lampung Barat,3 Januari 2020
TERSESAT DALAM KATA KATA
Terjebak dalam gemerlap dunia
hilang kendali diri
Di tengah rinai jalan kota aku mulai mengeja satu persatu cahaya
Perlahan hilang terbawa badai.
Aku tersesat dalam kata kata
Membuat hati dilema hingga tak mampu menyentuh rupa, bentuk juga warna yang mulai berkeliaran
membawa dunia imaji serupa mimpi menguasai hasrat kian terpacu.
Suatu pagi ketika mata terbuka
Aku kehilangan arah jalan
Pandangan mata tertutup kabut pekat menghalangi jalan
Hanya sepotong kayu teman meraba uang telah lapuk dimakan ambisi
Menyusuri lagi jalan tersisa.
Sukau, 10 Desember 2019.
Tentang Penulis:
Titin Ulpianti adalah seorang ibu rumah tangga yang hobi membaca dan menulis, tergabung di salah satu komunitas sastra KOMSAS SIMALABA sejak tahun 2016. Saat ini ia juga aktif belajar jurnalistik di www.simalaba.net.
Beberapa karya berupa puisi dan cerpen pernah terbit di media online seperti wartalambar.com, saibumi.com, kabar pesisir.com, lamtes.com, simalaba.net. dan travesia.com juga terdapat dalam antologi bersama, EMBUN PAGI DI LERENG PESAGI (2017). KUNANTI DI KAMPAR KIRI RIAU (2018). SEPASANG CAMAR (2018), SWARA MASNUNA(2019), MEMBACA ASAP(2019), WHEN THE DAYS WERE RAINING (2019), SEGARA SAKTI RANTAU BETUAH(2019) DAN PASAMAN DALAM PUISI.
Tidak ada komentar