DOA DOA HUJAN |Puisi Puisi M. Hidayat |
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 4 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi media Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.comBeri subjek SASTRA SETIAP HARI. Program ini juga memberi ruang bagi sahabat pemula dalam dunia sastra agar tetap semangat berkarya (Belum berhonor) Redaksi berhak menyunting naskah yang masuk tanpa mengurangi maksud dan isi dari tulisan.
DOA DOA HUJAN
Rintik
Gemerincik
Memercik
Titik
Sebuah hikayat hujan
Pada doa-doa orang pedesaan
Annuqayah, 06 Maret 2020
MENGHARAP MAHKOTA BERSAMA
; Vin
Kubuka kitab amalan
Tentang diriku dengan percintaan
Merobek tangan akan kertas yang sudah layu
Mengisikan lembaran asmara baru
Pada bingkai foto, aku mengenalmu
Menyingkapi kerudung pilu
Terpancar ranum wajah selaksa bayang sepupu
Mengingat kisah yang telah lalu
Vin...
Ku tak rela kau dikekang oleh firman tuhan
Cukuplah aku menggiring ragamu pada harapan
Mengikat janji di pelaminan
Vin...
Aku ingin hidup bersama dengan al-Quran
Menjajaki tapak pada ayat yang kubacakan
Membubung tinggi di atas impian
Kumenaruh seluruhnya pada lubuk hati kecilmu
Agar kau rasakan akan nikmat haru
Ketika mahkota
Kita berikan pada kedua orang tua
Annuqayah, 03 Maret 2020
PATAHKAN SAYAPMU
; Hirata
Lelaki yang kukenal itu
Ternyata menjelma kupu-kupu
Padahal, diriku senang akan sifatnya yang lugu
Menikmati masa ‘tuk orang merayu
Ku ingin mematahkan sayap-sayap yang memasung raganya
Agar ia tak hinggap pada bianglala
Adik...
Kau siksa jiwamu dalam api percintaan
Hidup pada kelamnya kegelapan
Menjadikan teman meneguk pahitnya permusuhan
Adik...
Patahkan kedua sayapmu
Agar kau tak terombang-ambing pada angin yang menderu
Hanya pada kepompong harap menyelimuti
Menjaga ragamu agar tak seorang menemui
Annuqayah, 03 Maret 2020
MENGENANG MASA BOCAH
Mari bercumbu bersama tetesan air hujan
Menerjang derasnya air keruh di jalan
Mengharap basah dalam kedinginan
Mencapai ejakulasi kesenangan
Ke palung kau rebahkan raga
Menyelami lautan suka duka
Walau tanah becek dengan air cokelat
Itu hanayalah siasat
Ketika waktu menaruh seruh
Tubuh mengandung peluh
Menabuh riuh
Gemercik air sumur yang gaduh
Ku rindu masa kecil dulu
Menghantam kelereng sepupu
Beradu peluru
Dibawa pada saku
Masa bocah, masa indah
Tak bisa dilupa
Walau wajah tak lagi muda
Annuqayah, 02 Januari 2020
PEREMPUAN DALAM PENJARA
Aku belajar mencinta pada seorang narapidana, yang terbentang jeruji besi tempat ia mengasah asmara antara kita berdua, dengan sepucuk surat berisi bait-bait asmaraloka, sebagai proklamasi tanda sumpah setiap pujangga.
Aku belajar,
Aku belajar mencintai dari bayangan yang menghantui di lintasan sel penjara, ketika ia berjalan mencari wajah yang ia damba, tapak kakinya masih tercium harum pada hidungku yang candu akan cinta.
Aku belajar,
Namun, aku belajar melupa dari ingatan rupa, sebab kekangan penjara yang membatasi cinta kita, yang tersisa kenangan bahagia walau berbuah duka.
Aku belajar,
Aku belajar pada perempuan dalam penjara akan arti kata cinta, cinta yang berupa fatamorgana.
Annuqayah, 21 Februari 2020
RONA YANG MEMUDAR
; Kyai Ali Fikri
Aku mulai menyadari
Keriput kulit telah menyelimuti
Rambut putih tanpak menandai
Memikirkan ulah para santri
Engkau sabar memandu kami
Pada haluan yang diridai ilahi
Walau raga dan jiwa kau tak peduli
Menanggung sakit sayatan belati
Ku berharap tuhan ‘kan memberkati
Tak sedikit upeti kami beri
Berbekal tulus hati
Kau ajari para santri
- Kyai Ali Fikri -
“terima kasih telah mendidik kami”
Annuqayah, 03 Maret 2020
Tentang Penulis:
M. Hidayat merupakan santri Annuqayah Lubangsa, tempat kelahiran Jelbudan- Dasuk- Sumenep. Sekarang sedang berteduh di Gubuk Sastra Annuqayah (GSA). Ia aktif di Sanggar Kopi, Iksaputra. .
Tidak ada komentar