INGATAN SAYA PADA RUMAH DI KAMPUNG | Puisi Riduan Hamsyah |
MENUJU ARAH LAIN
Saya ingin menuju arah lain dari tubuhmu yang dingin, melintasi jalan cemas, mengelana ke jagad luas. Saya ingin memetik cahaya dari lubuk hatimu yang redup itu.
Semestinya kita tak perlu bersengketa dengan pilihan pilihan, sebab hidup tak mungkin berakhir dalam bingkai. Sebab sayap sayap burung lebih mencintai udara meski sesekali terpulut di ranting pohon.
Saya ingin dirimu menyertaiku pergi, menuju arah lain, di tubuhmu yang penuh liku itu. Hingga kita bersitatap. Melalap sekujur bola mata, menciptakan nyaman suasana.
Banten, 01072020
HARI INI SAYA TAK MASUK KERJA
Hari ini, saya memutuskan tidak masuk kerja. Meski banyak yang menunggu. Banyak yang telephone, juga kangen yang datang dari sudut jauh.
Berkas-berkas di ruangan berpendingin. Gelas-gelas kopi sisa kawan lembur. Mungkin akan jadi sedikit ingatan saat saya telah resign nanti. Ada kerinduan, memang. Tetapi saya akan mengabaikannya, kota ini tak bisa menghentikan saya dengan metafora kejayaan, dengan gadis gadis belia yang bunga di sepanjang jalan dengan rambu-rambu nasib menikung ke degub jantung.
Esok saya akan kembali bekerja. Setelah pikiran tenang. Setelah suasana lebih lengang.
Banten, 01072020
INGATAN SAYA PADA RUMAH DI KAMPUNG
Saya selalu mengingatnya. Rumah di kampung. Bukit-bukit yang busung. Serupa dada tentara Sriwijaya, serupa hikayat gagah lelaki purba saya memandangnya di dekat halaman mengibas embun pagi masih sepi. Satu persatu orang orang dilahirkan dari rahim pintu dengan semangat mereka yang nyala tetapi dilibas dingin dilibas ketakutan untuk merantau.
Saya kemudian merantau. Memeriksa ombak dan pelabuhan. Melintasi rel-rel dan bandara. Hingga sejumlah nama menghentikan saya, agar tak benar benar liar, melata serupa ular. Tetapi saya merindukan rumah di kampung. Sebidang kebun kopi di pematang digulung rumput dan harapan yang susut, saya ingin sekali tiba kembali di tempat ini meski tak ada lagi nafas ayah, tak ada lagi paman, kesedihan telah menyertai saya saat kelak mengetuk pintu pulang.
Rumah di kampung. Ibu yang menua. Saya masih di sini, di kota ini. Terjebak janji pada dunia bahwa saya akan mencintainya untuk waktu yang lama.
Banten, 01072020
Tidak ada komentar