SELAMAT PAGI PUISI | by Riduan Hamsyah |
udara sejuk. hujan masih jauh. puisi puisi mengelana ke kota, tertutup selfie bareng penyair penyair ternama tetapi kata yang kau buat tetap lelah dan purba. jika ada bayangan kesilaman, memantul di kedalaman badanmu, maka kalimat kalimat itu berderak. tumbang sebagai buah yang gagal matang. dan, kau, berhenti di permukaan, cukup tertipu atas rasa mapan dengan pengakuan kedaulatan di satu sisi pengelanaan telah kau cukupkan. ini petaka. tulang tulang kata yang rapuh, punggung yang lumpuh, didera pikiran sendiri abai terhadap denyar di sekitar.
pagi ini, udara masih sejuk, mengalir ke celah dada meski lama kau sembunyikan sajak sajak ini sulit mati, bahkan ia hidup, bernafas dan memijar. sejalan dengan ini hidup terasa kian panjang meliuk seperti gelinjang remang saat persetubuhan dengan cahaya di kasur empuk, yang sebagiannya kusut malam tadi, hasrat tidur ini bersemayam tapi tak boleh tenggelam sebab puisi puisi (sejatinya) tak butuh pengakuan lagi di zaman ini hanya butuh ruang dan kejujuran, tentunya.
"SELAMAT PAGI, PUISI" apa kabarm yang suka selfie? Memandang kamera, berharap kelak dunia menyebutmu penyajak yang sesat ke dalam rimbun pikiran ke dalam nostalgia tempat memusnahkan banyak nama, beberapa diantaranya bahkan pernah jadi pacar. jadi kusumat. sulit, tentunya, untuk berkata jujur pada kenangan yang gampang di sembunyikan ke balik hatimu yang dingin. ini mungkin yang bikin kalimat kita mati. bersemayam di kulit bumi.
15062021
Tidak ada komentar