Aku Bercerita Diriku Dalam Dirimu | Sajak Sajak Ilham Romadhan |
Suatu Ketika Pada Tanggal Merah Aku Tidak Libur Mencintaimu
Kepesta pernikahanmu
Aku hadir dengan sebilah kotak
kupenuhi
berbagai kesedihan
Tidak
ada istimewa selain kau harus menerimanya
Aku
tak pula hendak membagi musibah
Namun
kau sekali membisikiku;
Jika kepala cidera
Yang lain harus turut duka
Kini,
kotak itu milikmu—dan
Kesedihan
adalah ular paling jinak yang
Akrab
dan selalu melilit tuannya
Atau,
jika aku tak di sana, kemudian
Kau
dipeluk kesunyian
Yang
kukirim dari kejauhan
Tuhan
seolah merajut semesta
Dari
jutaan takut dan harap
Kau
sendiri di bumi dan tiada hari tanpa sunyi
Kuucapkan
Selamat
di
pesta pernikahanmu—atau
Bahagia,
apa bedanya?
Kau
ingin menjawab;
Mengapa
luka tidak
Memaafkan pisau?
2020
Aku Bercerita Diriku Dalam Dirimu
Aku
sendiri—dan
Langit
bersikukuh memeras air matanya
Aku
tidak pernah membencimu sepenuhnya
Hati
yang rumit ini
Tercipta
dengan kantung yang ditakdir
Lebih
banyak menampung cinta
Aku
tidak pernah betul-betul membencimu
Ketika
amarah meluap
Kurasakan
tubuh ini tidak lagi milikku
Seseorang
di kejauhan menariknya kuat dan kian dekat
Kurasakan
separuh diriku
Lebih
akrab dengan dirimu daripada tanah airnya
Sekali
lagi
Aku
tak ingin membangunkan masa lalu yang
Telanjur
lelap dalam pelukan lubukmu
aku
tak ingin
2019
Kepada Rumah dan Kau
Sementara badai datang
Tiba tiba, aku hendak menjinakkan ingatan
walau kadang terasa menjijikkan
Rumah yang bersikeras tak ingin ditinggalkan
Dan seseorang yang menolak sendirian
Aku harus membelah diriku menjadi jiwa-jiwa;
kadang harus menjelma ruang yang
menampung keadaan, kadang memilih jadi
benda padat yang memeluk ketiadaan.
Kini, aku yang hidup dengan ingatan
kelak akan rela juga dibenamkan
April, 2020
Aku Bersaksi Diriku Telah
Menyaksikannya
Kuputar lagu di selular
Kubiarkan ia meracau perihal apa
Aku sedang tak di sana; aku memilih sendiri,
menyimak nyanyian paling jujur, juga sunyi.
Aku mampu menemukan diriku tanpa perlu merasa
terluka.
Dengan luas dada, kuterima masa bocah sekaligus
remaja.
Ketika lagu sudah tak nyaring lagi
Hatiku jadi satu-satunya kaset paling bising
sekaligus hening.
Sontak, selama ini aku terasing dan lupa rumah.
Aku bersaksi, di tengah perjalanan pulang,
sebaik baik rumah adalah diriku.
Suara yang memanggil-manggil dirinya
Kaki yang melata di hamparan tanah airnya.
Malang, Mei 2020
Rumah Yang Penuh Tidak Menerima Tamu
mengetuk pintu rumahmu, atau menatap wajah di
balik sana—barangkali lebih berat ketimbang membaca buku dari halaman terakhir
hingga kata pertama.
percuma; usaha paling sia-sia! menyuap makanan
restoran mewah di hadapan mulut yang tidak lapar.
puisi atau rayuan serupa Shakespeare memilih
putus asa bahkan sebelum melangkah.
kau hanya butuh—mungkin yang selama ini kau
nantikan!—seorang penenang yang mampu mengubahmu tidak lagi merasa kenyang.
rumah yang penuh, tidak menerima tamu—katamu.
Juli 2020
Ilham Romadhan, lahir di Malang waktu Indonesia puasa, sering
ngopi di Padepokan Qahwiyat. Buku-bukunya lahir beruntun mulai kumpulan
puisi Jununi Majnun: 2018, Persegi: Guepedia-2019, dan
novelet Ketika Ada Yang Tiada: Divapress-2019. Sekarang masih
Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Malang Bidang Fiqh wa Ushuluhu dengan fokus Fikih
Industri.
Tidak ada komentar